Dari sabtu kemarin, Nexia pengin banget posting cerpen, tapi tidak ada internet huft. Jadi nih, ceritanya Nexia lagi bimbang. Jadi kutuangkan di cerpen begini, ceritanya nggak nyata kok, tenang aja. Nexia toh nggak mau bikin gara-gara. Semua yang kutulis bukan berarti kamu, benar?
So, enjoy! Semoga suka yah, rasanya ini cerpen pertamaku dimana aku meninggalkan zona nyamanku (yang nggak ngungkit-ngungkit soal mantan buahaha) and may the odds be ever in your favor!
***
"Rek, ada yang lagi pacaran tuh. Hahahahaha," kata
Rivan sambil melirik-lirik ke tangga yang menghadap lapangan.
"Siapa tuh?" tanya Shinta.
"Salsabila sama putra tuh," jawab Fina.
Aku yang sedang membantu Fina dan Edo mengurai tali repling
yang terbelit akhirnya ikut melihat yang dibicarakan tadi. Dan seketika, aku
langsung kaget.
Yang mereka maksud itu bukan putra yang duduk di kelas
delapan tetapi yang kelas sembilan.
Edo melirikku saja, tetapi aku mengerti maksudnya.
"Ra, kamu jangan patah hati ngeliat mantanmu pacaran
sama orang lain,"
Tapi aku malah tertawa keras, "Bahahahaha apaan ngapain
juga sakit hati hahahahaha toh dia juga ada cewek baru,"
"Kelihatan sekali bohongnya," celetuk Anggi.
Aku langsung diam dan menarik-narik tali repling lagi.
Lalu aku melirik Salsabila dan Putra lagi. Aku mengernyitkan
keningku.
Dulu, Putra tidak bakalan mau menemuiku seblak-blakan itu di
sekolah. Walaupun aku ingin mengatakan hal yang penting pun dia tidak bakalan
mau menemuiku di sekolah seperti itu. Ugh.
Baiklah, aku sudah tahu kalau Putra balikan dengan mantannya
itu, si Salsabila. Siapa yang tidak akan tahu? Mereka memasang nama pasangan
mereka di bio twitter mereka. Dan sering tiba-tiba berpacaran di grup whatsapp.
Sedangkan, dulu, si Putra bahkan tidak mengakuiku sebagai
pacarnya.
Tapi, aku mengakui, aku baru pertama kali punya pacar waktu
itu, ketika putus juga aku menjauh dari kehidupan Putra (well, dan berhasil).
Tapi...............aku bingung................................kenapa rasanya
sakit sekali ya melihat Salsabila dan Putra berpacaran di sekolah begitu?
****
"Kok sakit ya, padahal dia kan sudah punya
pacar......." kataku.
"Lho kamu masih suka?"
"Enggak, aku kaget aja. Kok sakit sih, Yaaaak?!"
tanyaku lalu mengguncang-guncang Naya.
"Yah ada perasaan nggak relanya lah kamunya,"
jawab Naya.
"Tapi kan aku sudah menjauh dari dia, Nay?"
"Kamu menunggu Putra sepuluh bulan, Ra,"
"Dan jadian selama tujuh belas hari!" timpal
Dinda.
"Memang Salsa tuh sudah balikan ya sama Putra?"
tanya Naya.
"Sudah, di grup whatsapp juga mereka sering pacaran
gitu," jawab Dinda.
"Aduh sudah deh, Ra. Jalang kok dipikirin," kata
Naya.
"Sebenarnya kata jalang itu tidak perlu tapi
terimakasih. That was comforting," kataku.
"Haha, I know,"
****
"Kamu cemburu?" tanya Putra tiba-tiba. Ketika aku
menunduk seperti biasanya bila berpapasan dengannya.
Aku mendongak, "Ha?"
"Kamu kemarin di lapangan ngeliatin aku terus,"
kata Putra.
Hening.
"Enggak," sergahku.
"Bohong,"
"Enggak,"
"Bohong,"
"Oke, fine. Aku cemburu, puas?"
jawabku sinis. Padahal juga tidak.
"Bohong," kata Putra lagi.
"Kamu mau mengajak aku duel atau bagaimana,"
kataku lagi.
"Sebenarnya, ada hal yang ingin kutanyakan sih,
Ra." ucap Putra.
"Apa,"
"Sebenarnya benar tidak sih kalau kamu sudah move on
ketika kamu minta putus?"
Hening.
"Buat apa kamu tanya begitu?"
"Cuma penasaran."
"Sudah kok," kataku lalu menerawang jauh.
"Sama?"
"Ih kepo amat,"
"Soalnya kamu kelihatan tidak suka siapa-siapa
sih," kata Putra.
"Kalau aku sudah move on sama hidup aku, kamu bicara
apa?" tanya lalu bersedekap. "What's the point of this? Buat apa sih
kamu tanya seperti ini? Kamu sudah punya pacar,"
"Memang, tapi aku tahu kamu tidak seratus persen jujur
ketika minta putus, cuma itu."
"Harus tanya sekarang ya?"
"Iya."
"Tumben kamu peduli?" tanyaku ketus.
"Aku daridulu peduli, Ra. Yang tidak merasa juga
kamu," kata Putra.
"Bandingin how you treat Salsa and me," kataku.
"Oh itu." ucap Putra pendek.
"Saat itu aku juga capek mengatakan hal yang tidak
sebenarnya hanya untuk menyenangkan kamu saja, aku capek nurutin ego kamu, aku
juga capek nurutin gengsi kamu. There, I said it." jelasku.
Hening kembali.
"Kamu juga ketika kudekati juga menjauh, Ra. Kamu
merasa tidak?"
Deg. Aku diam saja. Lalu mengangguk pelan.
"Kamu takut pacaran kan?" tanya Putra.
"In this case, kita sama-sama salah," kataku
mengalihkan pembicaraan.
"Memang, dan aku mau minta maaf."
"Yeah, me too." ucapku kaku.
"Seriusan nih,"
"Iya udah serius," jawabku. "Kamu tahu kan
aku baru pertama kali pacaran, jadi aku juga.... Hm. Bagaimana ya aku menjelaskannya,
ya ketika melihat kamu pacaran kemarin ya rada kaget juga sih."
"Oh begitu,"
"Aku juga bingung, kenapa aku bisa seperti ini. Aku
bingung kenapa aku bisa sakit hati dan unstable dalam waktu sekejap seperti
itu, Tra," kataku lagi.
Lalu, kami diam lagi.
"Kamu tahu nggak, Ra? Setelah putus kamu terlihat
bahagia begitu, terus menjauh. Dan kamu lebih aktif di kegiatanmu, jadi aku
move on saja."
"I don't mind kok, aku bilang kan aku move on ke
hidupku. Kalau kamu mau move on juga terserah," kataku.
"He-eh." ucap Putra pendek.
"Oke, I have to go," kata Putra lalu berjalan
menjauh.
"Putra!" panggilku.
"Apa?" tolehnya.
"Kenapa kamu bisa tahu aku tidak jujur ketika minta
putus?"
"Yah, soalnya kamu nunggu sepuluh bulan, tapi kamu baru
jadian tujuh belas hari."
"Haha, you know me so well."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar